Monday, December 4, 2006

“Twisting The Routine Things”


ARTIST STATEMENT

Pameran Tunggal Keramik Tari
“Twisting The Routine Things”
di Via Via Kafe, Yogyakarta, Desember 2004


Pada pameran ini saya merespon benda-benda fungsional yang akrab dengan keseharian kita (Routine). Yaitu dengan cara merombak ulang fungsi dan kegunaannya (Twisting). Misalnya, mangkuk cangkir saya buat bertumpuk empat. Mangkuk itu saya glasir, dan dengan pembakaran tinggi, menjadikan tumpukan cangkir tersebut menempel satu dengan lainnya.

Tumpukan cangkir itu bercerita tentang keinginan manusia yang tidak pernah terpuaskan. Pada karya yang lain, yaitu bentuk tiga wadah atau mangkuk yang menampung tumpukan kunci dengan jumlah banyak hingga sengaja saya buat pecah sebagai penanda mangkuk tak kuasa menahan bobot dan beban (kunci ) yang berada didalamnya.

Saya membuat juga piring-piring yang disusun berdasarkan alur gambar yang ada didalamnya, disitu ada figur-figur perempuan yang tidak begitu kentara visualisasinya sebab permukaan piring tertutup glasir. Figur itu sengaja disamarkan untuk lebih menonjolkan efek piring yang meretak .Alur figur dalam piring itu bercerita tentang pencapaian suatu keinginan.

Lalu ada pula tiga buah sendok besar yang mungkin menyerupai irus yang biasanya digunakan untuk memasak tapi gagangnya sengaja saya buat tidak sempurna. Saya juga akan menyajikan jajaran gelas dan cangkir yang terbelah tapi menempel di dinding. Pada beberapa permukaannya terdapat tulisan berisi puisi dari sastrawan Jawa Barat, Acep zam zam noor tentang kerumitan hidup dan konflik manusia.

Demikianlah semua karya yang dipamerkan di via via kafe ini yang pada dasarnya merupakan hal-hal sepele dari keseharian benda-benda. Benda-benda itu begitu akrab bagi kebutuhan perut kita yaitu sebagai wadah atau tempat untuk makan dan minum. Pemilihan bentuk karya keramik ini saya sesuaikan dengan suasana kafe Via-Via.

Keramik yang Menari


Oleh : Yuswantoro Adi*

Kebanyakan orang adalah orang kebanyakan. Dan kebanyakan dari kita cenderung mengidentifikasi, melakukan klasisifikasi dan sering kali mencoba analitik ketika mengamati karya seni rupa. Maka terdengarlah kalimat sebagai berikut; Oh ini lukisan, itu patung, yang sebelah sana instalasi, kemudian diteruskan dengan menyebut karya ini beraliran abstrak-ekspresionis, yang itu realistis dan diakhiri dengan kalimat; ini adalah kontemporer dan yang itu bukan, kira-kira begitulah biasanya.

Atau kebanyakan yang kedua; menunjukkan diri nampak cerdas dengan menghubung-hubungkan karya seni (teks) kepada persoaalan lain (konteks). Masalah sosial, politik, ekonomi atau apa sajalah yang penting kelihatan kontekstual. Jika itu dirasa kurang heroik, maka dicomotlah pendapat tokoh melalui bukunya yang best-seller. Sangat jarang kita membaca pengamatan seni rupa yang bersahaja namun kena.

Padahal sesungguhnya sederhana saja. Melihat karya seni rupa, ya dilihat rupanya alias aspek visualnya. Karya itu bagus atau tidak akan terlihat pada tampilannya. Bahwa ada ‘cerita’ di balik sebuah karya itu soal lain lagi. Namun aspek visual tetaplah yang utama. Untuk bisa membaca ‘cerita’ perlu memahami terlebih dahulu banyak hal, meliputi pilihan medium, gagasan atawa konsep yang ditawarkan, teknik yang digunakan sekaligus faktor kesulitan di dalamnya, judul dan seterusnya. Dan itu sama sekali tidak sederhana!

Ada banyak parameter yang bisa dipakai untuk menakar sebuah karya seni. Pertama, perhatikanlah artistik tidaknya karya tersebut, jadi (sekali lagi) lihat aspek visualnya. Juga jangan lupa perhatikan pula apakah ada sesuatu yang baru yang ia tawarkan. Rumus dasar kesenian adalah novelty. Cari tahu apa yang ingin dikatakan seniman lewat karyanya. Dengan kata lain baca konsep yang ia panggul dan bagaimana cara ia menyampaikannya. Banyak unsur didalamnya yang bisa kita pilih sekaligus pilah. Lihat pula faktor kesulitan yang ada didalamnya. Ini erat hubungannya dengan masalah teknis. Dari kumpulan pengamatan tersebut kita bisa menentukan atau setidaknya memperkirakan seberapa pintar ia dalam kesenian yang ditekuninya. Artinya, kita bisa berkesimpulan seniman ini berbakat atau tidak. Jangan sepelekan faktor bakat, karena sesungguhnyalah ini yang membedakan antara seniman dan orang kebanyakan. Bukan bermaksud dikotomis atau bersikap tidak demokratis. Namun percayalah bahwa indikator macam ini masih tetap penting. Selanjutnya persesuaian judul dengan bentuk karya juga dengan konteks yang dibicarakan. Yang terakhir untuk diperhatikan adalah pilihan medium. Soal medium atau media bersifat nisbi. Artinya ia bisa penting atau tidak, tergantung cara kita melihatnya. Ia tidak lebih dari sekadar bahasa, meskipun demikian pemilihan bahasa yang berbeda memerlukan pembacaan yang berbeda pula. Sebagai ilustrasi; dengan judul yang sama sebuah karya sastra kemudian difilmkan , cara menikmati keduanya tentu tidak sama.

Pendekatan macam itulah yang aku pakai dalam mengamati dan mencoba memahami karya keramik yang dipamerkan oleh Tari di Via Via Kafe. Aku menyebut pameran ini sebagai Keramik yang Menari. Ada dua alasan, pertama ia (keramik itu) sangat Tari, pokoknya Tari banget deh ! Kedua, aku melihat ‘tarian’ dalam setiap karya yang ditampilkannya. Malah akan Anda lihat lebih banyak lagi ‘tari-tarian’ jika Anda meneruskan menyimak tulisanku hingga selesai nanti. Namun kali ini aku berusaha untuk tertib --setidaknya kepada teori kecil yang aku tuliskan di atas-- dengan melaporkan pengamatanku mulai dari aspek visual.

Penilaianku, karya Tari adalah unik, karena aku membaca something different yang mengggoda. Apa itu? Yaitu permainan tarik ulur antara keramik sebagai benda fungsional dan art item. Beberapa benda seperti piring, sendok, cangkir, tempat lilin dan sejenisnya sepintas masih nampak sebagai benda fungsional namun sesungguhnya bukan. Betapa Tari membuat komposisi, melakukan sedikit deformasi serta ‘membunuh’ fungsi piring dan kawan-kawan sangat menarik secara visual. Mereka menari dengan gaya mereka sendiri. Juga ada asosiasi menarik manakala membaca judul-judul yang ia terakan.

Catatan berikutnya adalah tentang sifat keramik itu sendiri. Dalam obrolan dengan Tari, ia mengungkapkan bahwa beberapa karya tidaklah sama persis dengan yang diharapkan ketika belum melalui proses pembakaran. Ada beberapa catatan kecacatan yang terjadi. Itu biasa dalam proses pembuatan keramik. Namun yang menarik adalah usaha Tari untuk merespon/mengolah kembali yang sudah terlanjur tadi. Semoga ini bukan teknologi kepepet melainkan kecerdasan visual atau yang aku sebut sebagai bakat pada alinea di depan. Seorang pembuat keramik dituntut untuk menguasai pengetahuan tentang bahan dan teknik. Dengan disiplin tinggi hal tersebut dapat dipelajari, tapi tidak berlaku untuk bakat atawa talenta. Ia adalah given dan beruntung Tari memilikinya.

Dan (lagi) bakat terbesar Tari adalah kemampuan adaptif alias menyesuaikan diri. Di bawah ini aku kutipkan statement yang ia tuliskan:

"Pada pameran ini saya merespon benda-benda fungsional yang akrab dengan keseharian kita (Routine). Yaitu dengan cara merombak ulang fungsi dan kegunaanya (Twisting)…pemilihan bentuk karya keramik ini saya sesuaikan dengan suasana kafe Via-Via."

Sesederhana itukah? Mengingat kesibukan perupa kelahiran Banda Aceh, 27 Februari 1976 yang sama sekali tidak sederhana. Mulai dari mengajar di almamaternya, membuka workshop keramik, membuat dan berdagang keramik fungsional, punya kafe, ngurusi majalah Outmags hinggga cukup aktif berpameran. Rasanya nggak rela kalo Endang Lestari cuma sesederhana itu.

Ternyata hal yang tidak sederhana itu akan kita ketemukan jika kita mau khusyuk membaca karya keramiknya. Pada karya yang berupa mangkuk-cangkir bertumpuk empat. Mangkuk tersebut di glasir, dan dengan pembakaran tinggi menjadikan tumpukan tersebut menempel satu dengan lainnya, berjudul The Cangkirlengket, (Stoneware Berglasur, 2004) ada cerita menarik tentang keinginan manusia yang tidak pernah terpuaskan. Betapa sebuah keinginan seringkali menafikan etika bahkan estetika. Bayangkanlah beberapa tubuh yang saling menyatu, hingga anggota badan kehilangan fungsinya masing-masing. Pemilihan metafora ini cukup cerdas. Sayang sebagai sebuah cerita, unsur dramatiknya belum maksimal digarap.

Ada cerita lain lagi, masih tentang manusia. Masih kurang maksimal penggarapan unsur dramatiknya. Ini kali tentang ketidak-kuasaan manusia menahan beban yang disandangnya. Tari mencoba merumuskan beban itu dengan memilih kunci sebagai simbolisasinya. Sebagai penonton, kita boleh memaknai kunci sebagai kekuasaan, pangkat, jabatan, otoritas, kepercayaan (dalam menjaga amanat serta rahasia orang lain?) atau hanya sebagai kunci semata. Tafsir seperti itu diijinkan dan sah-sah saja Karya seni adalah teks terbuka. Seniman tidak berhak memonopoli makna, apalagi mengintervensi penontonnya untuk membaca dengan cara yang sama. Yang bisa dilakukan seniman hanyalah ‘menularkan’ apa yang diinginkannya terbaca dengan alat bantu dan/atau guiding berupa judul, konsep, tema atau semacamnya. Dengan judul Kunca-kuncine, (Stoneware berglasur, 2004) merupakan karya yang bagus karena ia bersifat autokritik. Bukankan perupa memegang kunci juga?

Pada She Melted Series, (Stoneware berglasur, 2004) lebih terasa suasana teatrikalnya, terbaca sebuah perjalanan panjang figur perempuan dalam mencapai keinginannya. Tidak mudah, penuh jalan yang berliku dan kalau tidak hati-hati bisa-bisa pecah. Bisa jadi yang pecah konsentrasinya alias tidak fokus lagi atau malahan tumitnya yang pecah. Masalah tumit pecah bagi kebanyakan perempuan bukan soal sepele, lho. Piring-piring keramik berwarna kehijauan yang disusun berdasarkan alur gambar yang ada didalamnya ini paling lugas dibanding yang lain. Ia sangat bersahaja namun bisa multi-tafsir. Ia diam tapi paling ‘cerewet’. Sedikit sok tahu, aku berani bilang; karya ini bercerita tentang perjalanan seorang Tari sendiri. Bahkan aku masih berani menambahi bumbu; kamu bisa melihat keramik yang menari pada karya ini.

Ada tiga karya lagi, yakni sendok dengan gagang yang meliuk bagai penari ular. Sejumlah gelas dan cangkir yang tidak utuh lagi, terbelah dan menempel di dinding. Pada permukaanya terdapat tulisan berisi puisi karya Acep Zam Zam Noor tentang kerumitan hidup dan konflik manusia. Dan yang terakhir berbentuk tempat lilin. Tiga karya tersebut masing diberi judul Freezing Acep’s Words (Stoneware Berglasur, 2004), Dancing Spoon (Stoneware Berglasur, 2004) dan Candles for Light (Stoneware Berglasur, 2004). Sengaja ketiganya tidak aku ‘bacakan’ karena aku percaya penonton bisa membaca lebih baik, bahkan dengan lafal serta ejaan yang lebih sempurna.

Hanya ingin sedikit aku tambahkan bahwa seluruh karya keramik Tari yang disuguhkan pada kesempatan kali ini dikerjakan dengan semangat craftsmanship tinggi. Tidak ketinggalan mamakai imbuhan ragam-hias atau biasa disebut sebagai ornamentik. Juga hal-hal kecil lain yang sebagian besar masih mengikuti kaidah perkeramikan klasik.

Wassalam,
*penulis adalah pelukis yang menulis

Sunday, December 3, 2006

Alamat















Workshop and Studio:

Jl. Kaliurang KM. 5,5 Gang Jeruk No 5 Yogyakarta.

Office: Perumahan Banteng Baru, Jl Banteng Baru V No 7 Kaliurang Km 7,8 Yogyakarta.Telp. +62-274-880878. Hp. +62-815-687-7524

Email: teapot_thehouseofclay@yahoo.com/
tari272@yahoo.com/tariteapotstudio@gmail.com

Teapot's Charts

#1 Menu Keramik, Live Workshop, dan Pesan Langsung















Saat itu kami pernah menyediakan pula aneka makanan dan minuman. yang sebagian besar namanya diambil dari peristilahan keramik, seperti White Ware Fried Rice (nasi goreng putih), Stoneware Creamy Banana (pisang goreng +susu dan madu). Semua properti yang tersaji di kafe Teapot bisa dibeli langsung. Properti itu dibuat sendiri. Persis di sebelah kafe ada live workshop keramik lengkap dengan pembakarannya yang bisa langsung dilihat. Pengunjung bisa memilih cangkir atau mangkuk yang ingin dipakai untuk makan dan minum di kafe Teapot, dan jika berminat dapat memesan langsung. Tradisi ini akan terus kami hidupkan pada lokasi baru kami.

#2 Teapot: Sebuah Buah Tangan, Terbatas, dan Untuk Koleksi















Sudah sejak 2001, Teapot menggarap produk fungsional dengan ciri buah tangan (handmade) berbeda untuk tiap seri-nya, dan dengan jumlah produksi terbatas (Limited) dan khusus (Collectible Items). Ini kami sesuaikan dengan keinginan, kebutuhan dan kecocokan pemesan.

# 3 Teapot: Bermain, Belajar dengan Pelbagai Asal-usul Teman















Selain membuat keramik ekspresi dan fungsi, Teapot juga aktif mengadakan program edukasi publik (public education) berupa workshop Keramik dan sampai sekarang sudah memfasilitasi lebih dari 15 angkatan yang tiap angkatan antara 5 sampai 30 orang dengan peserta dari pelbagai latar belakang dan minat.



Program Teapot

#1.Teapot telah menyelenggarakan workshop/ pelatihan keramik

Pelatihan dan Workshop keramik ini ditujukan untuk memudahkan peserta mengenal dan memahami lebih jauh tentang keramik fungsional dan ekspresi serta aplikasinya. Pelatihan Workshop keramik dibagi dalam beberapa materi antara lain adalah pengenalan bahan baku keramik,proses pembuatan keramik, pengaplikasian material keramik dengan bahan lain, sejarah dan latar belakang keramik, prospek dan perkembangan keramik dimasa datang. Misalnya:















1. Pelatihan keramik bagi anak-anak Taman sari dan sekitarnya.Juga program yang sama yang akan dilakukan di setiap lokasi baru Teapot.
2. Pelatihan keramik bagi anak-anak Difable (tuna rungu).
3. Program pendampingan diderah yang berfokus pada pelatihan dan pemberedayaan SDM dan SDA, dengan melakukan kerjasama pada pemerintah setempat.
4. Memberi pelatihan workshop pada himpunan mahasiswa Filsafat Universitas Gadjah Mada.

#2.Teapot aktif memamerkan hasil kreatifitas produk keramik fungsional dan keramik kreatif














Pameran Ina Caraft Jakarta, Jogja Expo ,Bali Expo,Festifal Kesenian Yogyakarta.pameran di tempat /gallery alternatif.

#3.Teapot menyelenggarakan diskusi perkembangan wacana keramik seni/fungsional dan temu-bincang dengan perupa (artist talk) yang menggunakan media keramik

Menyelenggarakan pemutaran film dengan tema beragam, terutama yang berkaitan dengan art and craft (produk kreatif).

#4 Melakukan kajian budaya keramik dan Melakukan eksplorasi bahan dan teknik keramik

Saat ini kami terus melakukan riset dan penelitian kaitannya dengan sejarah perkembangan keramik.Juga melakukan eksperiman terhadap kandungan material tanah yang dapat dioah sebagai bahan baku keramik dibeberapa daerah.

#5.Aktif menjalin jaringan dan kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki visi/misi yang serupa dan atau minat yang bisa mendukung dan memfasilitasi visi Teapot

Menjalin kerjasama dengan institusi terkait, seperti : Bengkel Keramik PPPG Kesenian Yogyakarta, Balai Besar Keramik Bandung,Studio keramik Jurusan Kriya FSR ISI Yogyakarta, Lembaga dan komunitas keramik di Jogja, Bandung, Jakarta dan Bali, para seniman keramik , beberapa art shop galeri dan rumah produksi keramik,juga pabrik keramik ezenza. Melakukan kerjasama dan Jaringan dengan beberapa lembaga di luar negeri.

#6.Teapot saat ini tengah merencanakan publikasi budaya keramik dalam bentuk newsletter, media online, katalog dan buku yang menginformasikan perkembangan seputar perupa dan studio keramik, budaya dan teknik pembuatan keramik

Publisitas Karya Keramik Ekspresi Tari

Publisitas Karya Keramik Ekspresi Tari:

#1. Kompas :







- “…Lihat saja karya Endang Lestari…menggunakan idiom perupaan yang sangat kuat, perupa ini tetap memilih medium keramik yang tentu secara teknis sangat rumit, dengan penggarapan yang cermat, sehingga secara visual ini tetap cantik (Anusapati, perupa dan pengajar di FSR ISI Yogyakarta, Menimbang Paradoks Kriya Kontemporer, Kompas, 3 Oktober 2004)

- “Kebiasaan membuat sebuah rutinitas. Ada saatnya, seseorang jenuh atas rutinitas dan mencoba mencari pemaknaan baru dibalik rutinitas tersebut. Lewat pameran keramik berjudul “Deformity of Routine Things”, Endang Lestari ingin menyajikan sesuatu yang baru dari benda-benda yang biasa ditemui dalam kehidupan sehari-hari, (Endang Lestari, Membongkar Rutinitas Perkakas Makanan, Kompas, 2 Desember 2004)

#2. Jawa Pos :

“Yuswantoro juga menilai, karya Tari mengandung something different yang menggoda. Yakni permainan tarik ulur antara keramik sebagai benda fungsional dan art item”, (Yeti Kartikasari, Melalui Keramik, Ekspresikan Kejenuhan Rutinitas, Jawa Pos, 2 Desember 2004)

#3. Koran Tempo :













- “Di tangan Tari, karakter meteri keramik merupakan kekuatan untuk berkisah tentang berbagai hal…Tari mungkin sedikit keramikus yang meluangkan eksperimen teknik dan bentuk di studio keramik untuk mengolah benda retak sebagai medium ekspresi.” (Raihul Fadjri, Mengolah Retak Menjadi Ekspresi, Koran Tempo, 4 Desember 2004)

#4. Sebagai data penelitian :







































- Karya yang berjudul “Bheek Gilho Na Leung” (don’t tread the grass ) pada pameran bersama Sculpture’s Women Exhibition on di Galeri Nasional (gallery Nasional) menjadi data penelitian dan materi presentasi penelitian oleh Dr. Barbara Leigh, seorang peneliti budaya Aceh, dari University of Technology Sidney.

Publisitas















Publisitas Teapot :


Kegiatan Pelatihan Keramik bagi Anak-anak Kampung Nagan Yogyakarta

“…Pada kegiatan itu, anak-anak tampak antusias membuat berbagai bentuk benda dari tanah liat. Anak-anak usia SD itu dibiarkan bereksplorasi secara sebebas-bebasnya dengan tanah liat, mencipta apa pun yang mereka cipta” (Meliarkan Kreatif Anak dengan Tanah Liat, Kompas edisi Jogja)

Frequently Asked Questions (FAQ)

Frequently Asked Questions (FAQ)

1.Apa saja produk keramik di Teapot?

Produk-produk keramik di Teapot Studio mengacu pada bentuk-bentuk yang cukup beragam dengan menekankan pada karakter hand made, yang memadukan antara seni tradisi,modern dan kontemporer.Teapot studio memproduksi keramik dengan seri terbatas,yang diperuntukkan untuk para kolektor dan pecinta keramik.Teapot juga melayani pemesanan untuk berbagai kebutuhan perlengkapan property spa,hotel, restoran,rumah tinggal, ,aksesoris, souvenir dan give/kado.

2.Apa kegiatan dan aktifitas Teapot?

sudah dirintis sejak teapot berdiri tahun 2001, berawal dari studio mini yang hanya memfasilitasi untuk kebutuhan berkarya dan melakukan eksplorasi bahan, sampai melakukan pelatihan dan kursus keramik,di beberapa tempat di jogja, seperti kafe juga sekolah-sekolah, kegiatan terus berkembang pada pengenalan dan penyuluhan pada masyarakat juga pengembangan disain keramik di desa pengrajin keramik Pundong dan Kasongann Yogyakarta. Aktif mengikuti pameran yang diselenggarakan di Jogja, Jakarta, Bandung,dan Bali.Bekerjasama dengan beberapa lembaga terkait sebagai bentuk dari pengenalan tradisi keramik di masyarakat.

3.Apa saja fasilitas yang ada di Teapot?

* Teapot memiliki ruang pajang dan ruang produksi yang nyaman.
* Tungku Pembakaran keramik berbahan bakar gas.
* Alat pengolah tanah listrik
* Meja putar manual untuk membantu pembentukan
* Kompresor untuk alat bantu finishing dan pewarnaan
* Mesin Bur dan beberapa alat teknik pendukung lainnya.
* Bahan baku tanah liat dan glasir
*Teapot memiliki perpustakaan mini budaya keramik

4.Bagaimana cara ikut kursus keramik?

Teapot membuka kursus keramik untuk umum. Bagi yang berminat untuk membuat keramik dan merasakan bagaimana membuat sesuatu yang special dan unik dari tanah liat yang dapat diberikan kepada orang yang special atau buat dikoleksi sendiri maka Teapot Studio memfasilitasinya.

Kelas kursus keramik yang ditawarkan di Teapot Studio terdiri dari beberapa paket. Paket White Clay (paket Umum untuk pemula) Waktu 2 kali pertemuan dalam satu minggu, yaitu :


-Senin dan Kamis
-Selasa dan Jumat
-Rabu dan Sabtu

Dibuka
kelas pagi, jam 9.30-11.30 dan
Kelas siang ,jam 13.30-15.30

·Fasilitas

-Tanah liat olahan sebagai bahan utama membuat keramik.
- Glasir sebagai pewarna dan finishing akhir
- Alat Bantu dan Cetakan
- Tungku pembakaran dengan bahan bakar gas
- Ruang Studio yang nyaman
- Tenaga pengajar yang berpengalaman.

·Biaya

- Paket White Clay: Rp. 250.000 (2x pertemuan) min 3 orang
-Paket Terakota: pergroup/kelompok min 10 orang max 20 orang Rp.75.000/orang/pertemuan (dapat memilih kelas pembentukan atau pewarnaan)
-Paket Stoneware: 4 x pertemuan Rp. 450.000. min 3 orang (kelas pendalaman dan pengenalan teknik lebih lanjut)
-Paket Ball Clay, Paket lanjutan bagi yang sudah pernah ikut dan ingin mendalami, Rp 100.000/pertemuan.

Bagi Pelajar dan Mahasiswa mendapat discount khusus 25% dari paket yang ditawarkan.


*Teapot Studio juga menjual berbagai material (Alat dan bahan)untuk membuat keramik :

- Tanah liat olahan siap pakai (Stoneware dan porselin)
- Bahan pewarna dan Glazir
- Alat bantu/penunjang pembuatan keramik (Butsir,meja putar,tungku.
- Alat dan bahan lain yang mendukung.

*Teapot juga menyewakan tungku pembakaran keramik

- Pembakaran biscuit (800˚C) Rp. 150.000/tungku komplit (fasilitas tungku,gas dan tenaga
oprasional) waktu 6 jam pembakaran.
- Pembakaran Glasir (1050-1150 ˚C) Rp 250.000/tungku komplit (fasilitas tungku, gas dan tenaga oprasional). Waktu 6 – 8 jam pembakaran.
- Atau dengan menghitung ukuran produk atau karya keramik yang akan dibakar ,yaitu per centimeter kubik Rp 50.(panjang x lebar x tinggi x 50)

Visi/Misi

Visi :

- Menjadi situs kajian, edukasi, produksi dan mediasi alternatif budaya keramik.

Misi :

-Melakukan kajian budaya keramik
-Melakukan eksplorasi bahan dan teknik keramik.
-Menyelenggarakan workshop/pelatihan keramik, diskusi perkembangan wacana keramik seni/fungsional dan temu-bincang dengan perupa (artist talk) yang menggunakan media keramik.
-Aktif membuat produksi keramik dengan seri terbatas (limited edition) dan untuk dikoleksi (collectible items).
-Membuat publikasi budaya keramik dalam bentuk newsletter, media online, katalog dan buku yang menginformasikan perkembangan seputar perupa dan studio keramik, budaya dan teknik pembuatan keramik.
-Aktif memamerkan hasil kreatifitas produk keramik fungsional dan keramik kreatif.
-Aktif menjalin jaringan dan kerjasama terbuka dan luas dengan pihak-pihak yang memiliki visi/misi yang serupa dan atau minat yang komplementer mendukung dan memfasilitasi visi Teapot.

Sejarah Teapot

Awalnya adalah sebuah mimpi punya studio keramik atau wadah kegiatan membuat keramik. Dengan menyadari potensi sumber daya alam, dan warisan keahlian yang ada (craftsmanship), mengapa tidak? Ruang, tungku, tempat produksi dan mediasi wacana keramik, itu yang kami bayangkan. Mengapa Keramik? Keramik selain sebuah wadah, juga darinya mengalir 1001 kisah dari masa ke masa, keramik menampilkan cerita bagaimana ia di buat dan digunakan.

Pada tahun 2001, mimpi itu terwujud dengan dibuatnya sosok studio keramik sederhana di daerah Sonosewu Yogyakarta. Studio ini berfungsi untuk memfasilitasi aktivitas saya dan rekan-rekan membuat karya keramik ekspresi, kedua untuk melakukan serangkaian ekperimen glasir, tanah dan bentuk.

Lalu pada awal 2004, dengan resmi kami menamai studio keramik dengan nama “Teapot,_the house of Clay”, sekaligus mengartikan hadirnya sebuah rumah keramik pertama di Indonesia untuk kalangan peminat, pecinta, kolektor dan penggemar keramik.

Pada tahun itu, Teapot, the house of clay memiliki showroom /art shop yang menjual semua produk keramik buatan sendiri. Teapot mengontrak sebuah rumah Joglo Limasan milik salah satu rumah penduduk di perkampungan Jeron Beteng (Kompleks Benteng Dalam) tempat wisata Keraton, Taman Sari. Lokasi yang tak jauh dari Alun-Alun Kidul juga Pasar Burung Ngasem Yogyakarta.

Teapot kemudian pindah pada awal 2006 ini di lokasi bengkel pengecoran patung perunggu pematung Jogja, (Alm.) Bpk. Gardono, yang kini ditangani oleh putrinya yang kini meneruskan tradisi seni patung Ayahnya, Agnes Rita Darani. Lokasi ini berada di tengah pemukiman penduduk.